Rotasi.co.id – Ekonom Mirae Asset, Rully Arya Wisnubroto, mengatakan penguatan nilai tukar rupiah dipicu oleh peningkatan ekspektasi pemangkasan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (Fed Funds Rate/FFR).
Menurutnya, faktor global, terutama rencana penurunan FFR yang lebih agresif, menjadi pemicu utama, diperkuat dengan kondisi government shutdown di Amerika Serikat.
“Saya rasa lebih dari faktor global karena peningkatan ekspektasi pemangkasan FFR yang lebih agresif dari The Fed, dengan pengaruh dari government shutdown Amerika Serikat,” ujarnya dikutip, Jumat (3/10/2025).
Mengutip Anadolu, lembaga pemeringkat kredit internasional S&P Global memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) sebelum akhir tahun ini.
Selanjutnya, pada 2026, pelonggaran suku bunga diproyeksikan berlanjut sebesar 50 bps.
Rully juga menambahkan, potensi pemotongan FFR semakin besar akibat penutupan pemerintah AS yang hingga kini belum menyepakati anggaran tahunan.
“Ketidakpastian masih sangat tinggi. Saat ini terkait dengan government shutdown, menyebabkan sulitnya pasar melihat perkembangan data ekonomi AS terkini,” jelasnya.
Ia menyebut, penguatan rupiah yang terjadi dalam lima hari terakhir juga tidak lepas dari faktor tersebut. Kondisi ini meningkatkan kemungkinan pemangkasan FFR pada Oktober dan Desember 2025.
Dari sisi domestik, Rully menilai pemerintah Indonesia dan Bank Indonesia (BI) menunjukkan sikap pro-growth yang mendukung stabilitas ekonomi nasional. Hal ini memberikan sentimen positif bagi rupiah di tengah dinamika global.
Pada penutupan perdagangan Jumat sore, rupiah menguat 35 poin atau 0,21 persen menjadi Rp16.563 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.598 per dolar AS.
Sementara itu, Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia turut mencatat penguatan tipis ke Rp16.611 per dolar AS dibanding sehari sebelumnya Rp16.612 per dolar AS. (*)














