ROTASI.CO.ID – Nurman Farieka Ramdhany (25) wirausahawan kreatif berasal dari Bandung, Jawa barat. Sosok pemuda sederhana ini berhasil mengolah limbah menjadi sebuah karya yang unik dan menarik. Melalui limbah ceker ayam, ia sulap menjadi sepatu kulit yang eksotik. Kini ia dikenal sebagai inisiator sepatu kulit ceker ayam.
Nurman mengkombinasikan bahan sepatu dengan lapisan kulit ceker ayam. Alhasil, karyanya menjadi buah bibir dan diperbincangkan banyak orang. Sebelum produknya melesat dipasaran, tentu ada jeripayah dan pengorbanan. Prosesnya tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Butuh riset selama dua tahun untuk memastikan bahwa produknya layak untuk dipasarkan. Tidak hanya ide, tenaga dan biaya, bahkan waktu bersama keluarga ia rela korbankan untuk mewujudkan produk idealisnya. Semangatnya tentu perlu dicontoh, pantang menyerah sebelum apa yang menjadi keinginannya dapat terwujud dan membuahkan hasil.
Kini berwirausaha menjadi pilihan hidupnya tatkala statusnya tak lagi mahasiswa. Kebutuhan yang semakin membengkak dengan biaya hidup yang sudah tak dicover orang tuanya, menjadikan pemuda yang hobi nongkrong ini berfikir secara realistis. “Belum lagi kalau sudah kumpul dengan teman-teman, bisa-bisa sehari habis 200ribu sampai 300ribu untuk kebutuhan hari itu saja,” ungkap Nurman.
Perjalanan usaha mulai ia geluti di tahun 2014 dengan menjual berbagai aksesoris kulit. Material yang digunakan terbuat dari kulit sapi dengan varian produknya berupa gelang, tas, dompet dan lainnya. Sang ayah juga merupakan karyawan di sebuah industri kulit, jadi tak sulit menemukan produk berbahan kulit.
Akibat persaingan pasar yang begitu ketat, beberapa produknya tak habis terjual. Akhirnya ia beralih ke bisnis sepatu berbahan kanvas. Harga yang relative terjangkau dengan produk yang diminati pasar menjadi alasan ia memilih bisnis sepatu.
Lika-liku usaha semakin ia alami seiring berjalannya waktu. Belum sempat menghirup udara segar, bisnisnya kembali goyah akibat persaingan sengit. Dari keresahannya, terlintas jurnal milik sang ayah yang hampir belasan tahun jarang tersentuh. Nurman kembali membaca jurnal sang ayah, dan memperoleh ide gagasan untuk mengembangkan bisnis sepatunya.
Dari sekian banyak riset yang dilakukan sang ayah, Nurman tertarik untuk mengembangkan riset kulit kaki ayam sebagai bahan produk sepatunya. Ia berharap ini bisa menjadi inovasi dari produk sepatunya sebelum usahanya benar-benar tergerus pasar. Banyak hambatan yang ia temui inilah yang membuat risetnya memakan waktu sangat lama.
Dibalik kegigihannya melakukan riset terhadap kulit kaki ayam, ternyata tersimpan sebuah misi untuk mengubah peradaban. Alasanya yaitu sederhana, ia ingin menjaga keseimbangan alam. Melalui risetnya menjadikan kulit kaki ayam sebagai bahan dasar pembuatan produk, ia berharap bisa menggantikan kulit dari reptil atau satwa langka yang selama ini banyak diburu untuk produk-produk berbahan kulit.
“Selama ini orang mengira bahwa produk yang bagus berasal dari kulit buaya atau kulit ular, bayangkan jika hewan tersebut diburu secara terus menerus, pastinya populasi mereka akan punah, keseimbangan alam sudah sepatutnya kita jaga, agar ekosistem alam tidak hancur” ungkap Nurman.
Nurman juga menjelaskan alasan lain lebih memilih kulit ceker ayam ketimbang kulit dari binatang lainnya. Selain mudah didapat, ceker ayam juga merupakan limbah dari rumah makan yang hampir setiap menunya berupa daging ayam. Sedangkan ceker ayamnya lantas dibuang menjadi sampah jika tidak ada yang mengolahnya. Itulah beberapa alasan Nurman mengambil peluang dari limbah ceker ayam.
Dalam satu hari, Nurman bisa menghabiskan 20kg ceker ayam. Dari 20kg ceker ayam tersebut kemudian diambil kulitnya saja. Beratnya pun menyusut menjadi 3kg. Kulit ceker ayam tersebut kemudian dicuci dan direndam dengan ramuan miliknya agar menghasilkan kualitas kulit yang baik. Barulah kulit-kulit itu dikeringkan dengan cara dijemur.
Proses pun tetap berlanjut, kulit-kulit yang sudah mengering kemudian di tes uji ketahanan melalui berbagai proses. Hingga akhirnya dinyatakan baik dan siap untuk diproduksi lebih lanjut. Meskipun prosesnya yang rumit dan melalui tahapan yang panjang, namun tak menyurutkan semangat Nurman untuk mewujudkan misinya.
Kulit yang sudah menjadi kain diolah kembali untuk dipadupadankan dengan ragam kulit lainnya. Design teksturnya pun tidak sama, karena ragam kulit ceker ayam yang berbeda-beda. Jadi sangat mustahil untuk menyamakan design dari masing-masing sepatu. Inilah yang menjadi nilai jualnya, karena setiap desain dijamin 100% berbeda, bisa dikatakan satu desain hanya untuk satu orang (one design one person).
Harga sepatu kulit ini dibandrol dengan harga Rp.400.000,- sampai Rp. 700.000,- untuk model casual dan Rp. 1000.000,- sampai Rp. 1.500.000,- untuk model formal. Memang jika dibandingkan dengan brand yang sudah terkenal harga ini terbilang cukup mahal. Namun jika kita melihat dari proses pembuatannya tentu sangat sesuai dengan value yang tertanam dalam sepatu kulit ceker ayam ini.
Sepatu kulit ceker ayam yang dikenal dengan brand Hirka ini, ternyata telah menyebar ke seluruh plosok nusantara mulai dari Aceh, Kalimantan, Jakarta, Jawa, hingga Sumatra. Penamaan brand Hirka sendiri diambil dari bahasa turki yang berarti “dicintai”. Nurman berharap suatu saat karyanya akan lebih dicintai dan diterima oleh masyarakat luas.
Melesatnya sepatu kulit ceker ayam miliknya, ternyata tidak hanya viral di negeri sendiri, melainkan hingga ke luar negeri seperti dari Singapura, Malaysia, Hongkong, Brasil, dan Prancis. Dirinya tidak menyangka bahwa sepatunya akan diterima disetiap kalangan dari berbagai daerah maupun mancanegara. Jeripayah yang selama ini ia lakukan akhirnya terbayar dengan senyum pelanggan yang sangat mengapresiasi hasil karyanya.
Sepatu eksotis dengan balutan kulit ceker ayam juga telah dipasarkan melalui berbagai pameran di luar negeri. Tentunya ini menjadi produk sepatu kulit ceker ayam pertama di Indonesia, bahkan dunia. Tak hanya semangat untuk mengenalkan produk sepatu kulitnya, di setiap kesempatan ia juga mengkampanyekan untuk peduli dengan reptil dan satwa langka agar kelestarian alam tetap terjaga. Bahwa dengan mengolah limbah kita bisa menjaga keseimbangan alam.
Kepeduliannya terhadap lingkungan dan ekonomi industri kreatif mengantarkan Nurman menjadi salah satu penerima apresiasi Satu Indonesia Award dibidang kewirausahaan. Ia telah berhasil membuktikan bahwa limbah ceker ayam mampu menjadi peluang usaha yang menjanjikan.
Dari peluang usaha inilah, ia mampu membuka lapangan pekerjaan serta memberdayakan pengrajin sepatu di daerahnya. Ia berharap melalui industri kreatif ini, dapat bermanfaat untuk masyarakat. Pesan moralnya tentu agar pengrajin produk kulit dapat memanfaatkan limbah tanpa terus menerus berburu kulit reptil.
Kiprahnya dibidang usahanya tentu memiliki komitmen untuk kemajuan industri di tanah air. Semoga langkahnya secara nyata menyentuh seluruh lapisan masyarakat untuk ikut memajukan ekonomian kerakyatan. Semoga ini dapat menjadi pematik semangat bagi seluruh anak muda hingga ke plosok negeri. (adh)