Rotasi.co.id – Mantan Kepala Pusat Krisis Kementerian Kesehatan Budi Sylvana telah berusaha mencegah terjadinya kerugian negara dalam kasus pengadaan Alat Pelindung Diri (APD). Hal itu disampaikan kuasa hukumnya Ali Yusuf kepada wartawan, Kamis (3/10/2024).
“Sudah banyak itikad baik dan upaya penyelamatan keuangan negara dalam pengadaan APD yang dilakukan Budi Sylvana. Namun sayang KPK tidak melihat itu,” kata Ali Yusuf
Berikut beberapa upaya penyelamatan keuangan negara yang sudah dilakukan Budi Sylvana yang diterima ELSHINTA.
- Pada tanggal 24 April 2020, Budi Sylvana mengirim surat Nomor KK.03.01/1/525/2020 prihal undangan rapat kepada penyedia yakni PT Permana Putra Mandiri (PT PMM) dan PT Energi Kita Indonesia (PT EKI ) dengan agenda pendampingan negoisasi ulang harga APD. Undangan rapat itu dilaksanakan pada 27 April 2020 dan disepakati agar penyedia yakni PT Energi Kita Indonesia selaku penyedia menyiapkan harga penawaran baru untuk diajukan kepada kuasa pengguna anggaran (KPA), karena sudah banyak penyedia yang mengajukan penawaran dengan harga di bawah 48,4 USD.
- Dan pada bersamaan itu (tanggal 27 April 2020 Budi Sylvana) sebagai PPK membuat surat nomor KK.02.01/1/537.1/2020 yang ditujukan kepada Direktur PT Permana Putra Mandiri untuk menghentikan pengiriman APD sejak tanggal 28 April 2020 sampai dengan diperoleh kesepakatan harga negosiasi yang baru.
“Negoisasi ulang dan meminta penyedia mengajukan penawaran baru serta meminta menghentikan pengiriman APD ini sudah sangat jelas Budi Sylvana berusaha menyelamatkan keuangan negara,” katanya
Perlu diketahui bahwa penyedia dan harga APD sebesar 48.4 dolar perset itu sudah ditetapkan sebelum Budi Sylvana ditunjuk sebagai PPK. Karena PPK sebelumnya Eri Gunawan mengundurkan diri dengan alasan sebagai berikut:
- Tidak pernah melihat dokumen terkait dengan penetapan kebutuhan penunjukan penyedia.
- Tidak pernah melihat hasil pekerjaan.
- Tidak pernah melihat serah terima pekerjaan sampai dengan distribusinya.
- Dan APD sudah didistribusikan tetapi proses pengadaan belum dilakukan.
Ali menuturkan, harga APD sebesar 48,4 dolar itu sudah disepakati oleh semua peserta rapat yang hadir. Di antaranya BNPB sebagai pihak kuasa pengguna anggaran (KPA), pejabat Kemenkes, Pejabat TNI, Polri, BPKP, LKPP, Kejaksaan Agung bahkan KPK.
“Jadi penetapan harga 48,4 dollar itu bukan inisiatif sendiri dari Budi Sylvana sebagai PPK. Harga tersebut sudah berdasarkan kesepakatan bersama,”
Upaya lain demi mencegah kerugian negara juga sepeti dilakukan Budi Sylvana, pada 7 Mei 2020. Di mana Budi Sylvana sebagai PPK, Satrio Wibowo Direktur PT Energi Kita Indonesia (EKI), Ahmad Taufik Direktur PT Permana Putra Mandiri (PPM), menandatangani Berita Acara Negoisasi Ulang Pengadaan APD Nomor KK.02.01/1/570/2020 dengan poin-poin sebagai berikut:
- APD yang diterima sampai dengan 27 April 2020 menggunakan harga awal 44 USD belum termasuk pajak perset.
- Untuk APD sebanyak 503.500 set yang diterima tanggal 28 April sampai dengan 7 Mei 2020 menggunakan harga Rp 366.850,00 (harga jual PT GA Indonesia Rp 290.00,00+ PPN 10% ditambah profit margin PPM 15%.
- Bawa PT Permana Putra Mandiri dan PT Energi Kita Indonesia sebagai pemegang SPK 5 juta set APD berdasarkan surat nomor KK.02.01/1/460/20 tanggal 28 Maret 2020 tetap menjalankan pemenuhan APD untuk bulan Mei 2020 sebesar 1 juta set APD dengan harga Rp 294.000,00 perset belum termasuk PPN.
Hasil Audit tidak Sampai Ratusan Miliar
Ali memastikan, berdasarkan Hasil Audit Tujuan Tertentu Atas Tata Kelola Proses Pengadaan Barang dan Jasa Terkait Percepatan Penanganan Covid-19 pada PPK Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan Nomor 01/GUGAS/PW.02/05/2020 tanggal 22 Mei 2020 (audit tahap I) dan berdasarkan Hasil Audit Tujuan Tertentu Atas Tata Kelola Proses Pengadaan Barang dan Jasa Terkait Percepatan Penanganan Covid-19 pada PPK Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan yang tertuang dalam berita acara kesepakatan hasil audit nomor BA-363/D201//2/2020 tanggal 16 Desember 2020 (audit tahap II) ditemukan ketidakwajaran harga pengadaan APD sebagai berikut:
- Temuan audit I :Rp 9.967.617.972
- Temuan audit II :Rp 48.151.919.750
- Total :Rp 58. 119.537.722
- yang belum dibayar o PPK :RP 50.000.000.000
- Sisa yang harus dikembalikan :Rp 8.119.537.722 8
Jadi kata Ali, jika merujuk surat pesanan nomor KK.02.01/1/460/2020 tanggal 20 Maret 2020 dan KK.02.01/1/1/460/2020 tanggal 28 Maret 2020 tentang Surat Pesanan Alat Pelindung Diri (APD) kepada PT PPM yang ditandatangani oleh PPK Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes dan dua penyedia yaitu Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri dan Direktur PT EKI, maka kewajiban pengembalian kelebihan pembayaran ke kas negara sebesar sebesar Rp 8.119.537.722 8 (Delapan milyar seratus sembilan belas juta lami ratus tiga puluh tujuh ribu tujuh ratus dua puluh dua rupiah) menjadi tanggung jawab kedua penyedia.
Ali menegaskan, atas temuan audit tahap I (Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19) dan tahan II (BPKP), Budi Sylvana selaku PPK, sudah menjalankan apa yang direkomendasikan oleh tim audit dengan mengirim surat permintaan pengembalian hasil temuan audit BPKP. Surat tersebut dikirim Budi Sylvana pada tanggal 25 November 2022 dan 28 Desember 2022. Setiap rekomendasi dari hasil audit BPKP tidak ada menyebutkan Budi Sylvana telah melakukan perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian negara.
“Karena memang fungsi PPK dalam pengadaan APD ini pasif hanya sebagai juru bayar yang tidak menentukan harga, dan menunjuk penyedia,”
Sesalkan Sikap KPK
Melalui surat ini kami menyesalkan KPK melalui juru bicaranya Tessa Mahardhika telah menyampaikan kepada media bahwa penahanan tersangka korupsi APD dijadwal pada Kamis 3 Oktober 2024 yang seharusnya penahanan dilakukan Senin 30 September 2024.
Sebagai pegawai di instansi penegak hukum Tessa Mahardhika tidak menganut asas praduga tak bersalah di mana terdakwa belum dinyatakan bersalah sebelum ada putusan pengadilan.
“Dan ini tentu juga telah melanggar Pasal 5 UU KPK Nomor 19 tahun 2019 di mana dalam melaksanakan tugas dan wewenang KPK harus menghormati hak asasi manusia.”
Tentunya informasi akan adanya penahanan yang sudah diumumkan pada Senin September kemarin mengganggu kesehatan mental klien kami sehingga pemeriksaan pada hari ini, dalam suasana hati tertekan. Sebelumnya juga KPK melalui Direktur Penyidikan Asep Guntur Rahayu saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (4/7/2024) telah mengumbar akan melakukan upaya paksa terhadap para tersangka korupsi APD.
“Padahal klien kami tidak pernah sekali pun mangkir dari panggilan KPK jadi tak perlu ada upaya paksa. Kami menilai apa yang disampaikan Asep Guntur Rahayu sebagai upaya teror terhadap orang yang belum tentu dinyatakan bersalah.”