Rotasi.co.id – Pemerintah menegaskan komitmennya mengejar potensi penerimaan pajak dari aktivitas ekonomi tersembunyi atau shadow economy pada 2026.
Langkah ini tertuang dalam Nota Keuangan beserta RAPBN Tahun Anggaran 2026, yang menetapkan target penerimaan pajak sebesar Rp2.357,71 triliun tanpa menaikkan tarif pajak.
Sejumlah sektor usaha yang disebut memiliki aktivitas shadow economy tinggi akan menjadi prioritas, yakni perdagangan eceran, makanan dan minuman, perdagangan emas, serta perikanan.
Direktur Jenderal Pajak (DJP) mendefinisikan shadow economy sebagai aktivitas ekonomi yang sulit terdeteksi oleh otoritas sehingga luput dari pengenaan pajak. Aktivitas ini juga dikenal dengan istilah black economy, underground economy, atau hidden economy.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa pengawasan terhadap aktivitas shadow economy menjadi strategi utama dalam memperkuat penerimaan negara.
“Ini sebetulnya juga berkaitan dengan shadow economy dan banyak juga aktivitas ilegal yang akan kami tindak,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers RAPBN 2026, Selasa (19/8/2026).
Strategi Pemerintah Atasi Shadow Economy
Untuk mengurangi potensi kebocoran pajak, sejak 2025 pemerintah telah menyusun kajian pengukuran dan pemetaan shadow economy di Indonesia.
Selain itu, Kementerian Keuangan juga menyiapkan Compliance Improvement Program (CIP) khusus, serta analisis intelijen guna memperkuat penegakan hukum terhadap wajib pajak berisiko tinggi.
Langkah nyata yang telah dijalankan antara lain integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) melalui implementasi Core Tax Administration System (CTAS) yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025.
“Sistem ini diharapkan meningkatkan akurasi data wajib pajak sekaligus memperluas basis penerimaan negara,” ungkapnya.
Selain itu, pemerintah aktif melakukan canvassing untuk mendata wajib pajak yang belum terdaftar, menunjuk entitas luar negeri sebagai pemungut PPN atas transaksi digital Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), serta memanfaatkan data dari sistem OSS BKPM untuk menjaring pelaku UMKM.
“Upaya lain yang tengah berjalan adalah pencocokan data (data matching) terhadap pelaku usaha di platform digital yang belum teridentifikasi secara fiskal. Tujuannya adalah memperkuat basis data, mendorong kepatuhan pajak, sekaligus mempersempit ruang gerak shadow economy,” paparnya.
Fokus pada Sektor Potensial
Dokumen RAPBN 2026 menegaskan bahwa pengawasan ketat akan diarahkan pada sektor-sektor dengan potensi shadow economy tinggi.
“Ke depan, pemerintah akan fokus mengawasi sektor perdagangan eceran, makanan dan minuman, perdagangan emas, serta perikanan,” tertulis dalam dokumen tersebut.
Dengan berbagai strategi tersebut, pemerintah berharap dapat menekan praktik ekonomi bawah tanah, memperkuat kepatuhan wajib pajak, serta meningkatkan penerimaan negara secara berkelanjutan tanpa membebani masyarakat dengan kenaikan tarif pajak baru. (*)














