ROTASI.CO.ID – Forum Pemimpin Redaksi Indonesia (Forum Pemred) dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) mendesak pihak kepolisian untuk memproses pelaku teror dan bahkan ancaman pembunuhan terhadap wartawan detik.com. Tindakan pelaku selain mencederai kemerdekaan pers juga menghianati kehidupan demokrasi di Tanah Air.
Ketua Forum Pemred, Kemal Ghani dalam keterangan persnya mengingatkan jika terjadi kekeliruan dalam pemberitaan semestinya masyarakat menempuh mekanisme hak jawab sesuai ketentuan UU Pers 40/1999. Jika belum puas dengan cara itu bisa mengadukan permasalahan ke Dewan Pers.
“Sejak Selasa 26 Mei 2020 lalu, wartawan detikcom mengalami intimidasi, doxing, teror, bahkan diancam akan dibunuh. Ini karena sang jurnalis menjalankan profesinya sebagai wartawan. Dia menulis berita tentang salah satu kegiatan Presiden Joko Widodo,” ungkap Kemal pada Sabtu (30/5/2020).
Ia akui, Jurnalis dan Pers tentu tidak luput dari kesalahan. Namun, kekeliruan pemberitaan jelas tidak boleh menjadi alasan adanya intimidasi, kekerasan, teror, bahkan ancaman pembunuhan.
“UU Pers dibuat supaya ada kepastian koreksi dapat dilakukan, dengan tetap menjunjung perlindungan terhadap kebebasan pers. Dengan adanya kebebasan pers, antara lain, masyarakat diuntungkan dengan adanya mekanisme check and balances untuk memastikan akuntabilitas Pemerintah melayani kepentingan publik,” jelasnya.
Terkait dengan intimidasi, doxing, teror, dan ancaman pembunuhan terhadap wartawan detikcom ini, ia meminta pihak aparat dapat segera memproses pelaku pengancaman terhadap Jurnalis.
“Ancaman itu jelas tidak dibenarkan. Bila ada berita yang dianggap salah, silakan melakukan koreksi melalui jalur yang sudah ada, dengan mengirimkan permintaan hak jawab ke media bersangkutan. Jika tidak memperoleh tanggapan seperti diharapkan, dapat mengadukan masalahnya ke Dewan Pers. Bukan lewat pengerahan buzzer dan intimidasi di media sosial,” tegasnya.
Ia mengatakan, Jurnalis dalam bekerja dilindungi oleh Undang-undang. Apabila ada tindakan-tindakan yang menghalangi kebebasan pers termasuk mengintimidasi jurnalis, maka aparat penegak hukum harus menegakkan hukum dengan adil.
“Mendorong semua media massa untuk terus menjunjung tinggi profesionalisme yang bertanggung jawab dan selalu menghadirkan jurnalisme yang berkualitas,” tuturnya.
Sementara itu, ditempat terpisah, Ketua Umum PWI, Atal S Depari mengecam atas intimidasi dan ancaman pembunuhan terhadap wartawan Detik.com.
“Persatuan Wartawan Indonesia mengimbau masyarakat agar sengketa pemberitaan dengan media massa dapat diselesaikan berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers untuk memperoleh hak jawab dan koreksi,” ungkapnya.
“Bukan hanya itu, Dewan Pers juga bisa mencarikan solusi melalui mediasi. Dengan kata lain, Dewan Pers berhak memberikan penilaian atas kode etik jurnalistik serta dapat memberikan sanksi kepada media massa jika terbukti melakukan pelanggaran,” sambung Atal.
Ia menjelaskan, imbauan ini penting disampaikan setelah terjadinya intimidasi dan ancaman pembunuhan terhadap wartawan Detik.com yang menulis berita terkait Presiden Joko Widodo pada Selasa 26 Mei 2020.
“Kasus ini bermula Detikcom menurunkan berita tentang rencana Presiden Joko Widodo membuka mal di Bekasi, Jawa Barat, di tengah pandemi Covid-19,” katanya.
Menurutnya, informasi berdasarkan pernyataan Kasubbag Publikasi Eksternal Humas Setda Kota Bekasi, tetap dapat dijadikan sebagai sumber berita. Akan tetapi, jika terjadi kekeliruan informasi, maka pihak Humas Pemkot Bekasi dapat merevisi melalui hak jawab kepada media tersebut.
“Berita itu dikoreksi karena ada ralat dari Kabag Humas Pemkot Bekasi yang menyebut bahwa Jokowi hanya meninjau sarana publik dalam rangka persiapan new normal setelah PSBB. dan itu sah saja karena siapapun bisa merevisi dan memiliki hak jawab,” katanya.
Akan tetapi yang disayangkan, setelah koreksi itu dipublikasikan, kekerasan terhadap jurnalis Detik.com mulai terjadi. Identitas pribadi jurnalis itu dibongkar dan dipublikasikan di media sosial, termasuk nomor telepon dan alamat rumahnya.
“Jejak digitalnya diumbar dan dicari-cari kesalahannya. Dia juga menerima ancaman pembunuhan melalui pesan WhatsApp. Serangan serupa ditujukan pada redaksi media Detikcom. Itu tindakan yang tidak tepat dan jelas melanggar hukum,” imbuhnya.
“Rangkaian intimidasi dan ancaman terhadap wartawan itu jelas mencederai kemerdekaan pers sebagai pilar keempat demokrasi selain
bertentangan dengan amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” sambungnya.
Untuk itu, Pengurus Pusat PWI menyatakan sikap yaitu, Mengecam keras aksi intimidasi dan ancaman pembunuhan terhadap wartawan detikcom. Mengingat, wartawan dalam menjalankan tugasnya dilindungi UU No 40/1999 tentang Pers.
“Setiap ancaman dan penghalangan terhadap wartawan bisa dikenakan hukuman penjara selama dua tahun dan denda Rp500 juta,” jelasnya.
Kemudian, PWI juga meminta polisi segera menangkap pelaku intimidasi dan pengancaman pembunuhan tersebut dan meminta masyarakat atau siapa saja yang merasa suatu pemberitaan tidak tepat dapat menggunakan sarana yang telah diatur dalam UU Pers mengenai hak jawab dan hak koreksi. (ar)
Parah nih, gak bisa dibiarkan yang seperti ini!
Jurnalis juga manusia!
bagai pasti berlalu, keep calm and play dota 2