ROTASI.CO.ID – Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), LPPOM MUI tidak menghentikan kegiatan sertifikasi halal. Kini, LPPOM MUI melakukan mitigasi risiko COVID-19 berupa penyesuaian pelayanan terhadap kondisi pandemi COVID-19.
Direktur Audit Halal LPPOM MUI, Ir. Muti Arintawati M.Si., menegaskan hal ini dalam webinar bertemakan Dilema Masa Pandemi dan kepentingan Pelaku Usaha yang diselenggarakan oleh Universitas Maarif Hasyim Latif (UMAHA) beberapa waktu lalu.
Hadir sebagai pembicara Muti Arintawati, M.Si (Direktur Audit Halal LPPOM MUI), Dr. Mastuki HS (Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH), dan Rachmat Hidayat (Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik dan Hubungan Antar Lembaga GAPMMI).
“LPPOM MUI melakukan mitigasi risiko COVID-19 berupa penyesuaian pelayanan terhadap kondisi pandemi COVID-19. Kami harus berusaha keras bagaimana melakukan penyesuaian. Hak ini sebagai bentuk komitmen untuk menjadi mitra startegis pengusaha di bidang halal,” jelas Muti dalam keterangan tertulis yang diterima ROTASI pada (9/6/2020).
Mitigasi risiko yag dilakukan LPPOM MUI diterapkan sejak 23 Januari 2020, yakni jauh sebelum kasus pertama COVID-19 di Indonesia diumumkan (2 Maret 2020). Hal ini terkait tingginya intensitas audit luar negeri, khususnya Republik Rakyat Tiongkok (China). Kemudian pada awal Maret, LPPOM MUI membentuk Corona Virus Cirisis Center terkait eskalasi risiko kepada auditor, karyawan, dan pengunjung gedung.
“Di tengah pandemi COVID-19, LPPOM MUI tetap bisa melayani pengusaha dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Kita tidak ingin halal ikut andil dalam memacetkan bisnis di Indonesia,” ujar Muti.
Setelah ada keputusan untuk work from home (WFH), LPPOM MUI langsung mengurangi kegiatan yang dilakukan di kantor. Meski begitu, sertifikasi halal tetap dibuka dengan tetap aktifnya sistem Cerol-SS23000. Dengan adanya sistem ini, klien dapat mengecek proses sertifikasi halal secara real time.
Dalam pelaksanaan audit, LPPOM MUI melaksanakan (Modified Onsite Audit) MOsA, yakni audit yang dimodifikasi dengan metode tertentu sejak 19 Maret 2020. Prinsip sistem yang telah memenuhi persyaratan KAN ini adalah audit penilaian implementasi Sistem Jaminan Halal (SJH). Meski begitu, belum semua kategori bisa dilakukan audit secara MOsA. Beberapa diantaranya penyembelihan dan gelatin.
“Secara umum, dapat disimpulkan audit bisa dilakukan secara MOsA. Kami uji coba secara bertahap. Awalya, MOsA hanya bisa diterapkan pada produk pengembangan dan perpanjangan. Kemudian setelah mendapat formula yang tepat, MOsA diujicobakan untuk perusahaan baru,” papar Muti.
Persyaratan yang diajukan sama, yakni bukti penerapan SJH. Menurut Muti, yang sulit justru dari usaha mikro dan kecil (UMK). Hal ini dikarenakan tidak semua UMK punya tekonologi yang dapat mendukung pelaksanaan audit secara MOsA.
Selain audit, rapat Komisi Fatwa MUI pun dilakukan secara online. Dengan begitu, proses sertifikasi halal, dari audit sampai ke Komisi Fatwa tidak mengalami hambatan yang berarti. Contact Center LPPOM MUI juga tetap dibuka dari rumah karyawan.
Analisa laboratorium halal LPPOM MUI juga tidak berhenti. Hanya saja ada beberapa aturan baru yang ditetapkan, seperti membatasi waktu penerimaan sampel di hari Rabu serta pengujian dilakukan di hari Kamis. Aktivitas lain, seperti training auditor dan sosialisasi halal, tetap dijalankan secara online.
Sementara itu, Matsuki menjelaskan bahwa BPJPH tetap membuka pendaftaran sertifikasi halal. Aktivitas ini dilakukan secara online dari rumah. “BPJPH tetap melakukan pelayanan secara online. Layanan online ini dapat dituntaskan dalam satu hari. Kemudian dilanjutkan ke LPPOM MUI untuk proses audit sampai penetapan fatwa halal. Setelah itu, dikembalikan ke BPJPH,” katanya.
Dari sisi pelaku usaha, Rachmat Hidayat turut bersuara. Menurutnya, pandemi COVID-19 ini memukul semua sektor, termasuk usaha makanan dan minuman.
“Saya senang mendengar pemaparan Ibu Muti. Ini mungkin bisa menjadi era new normal. Tidak ada satu pun negara bisa berdiri sendiri, termasuk dalam hal menghasilkan satu produk. Inilah pentingnya halal dalam global value chain, jadi semuanya bisa ditelusur. Halal bukan sekadar sertifikat, melainkan sebuah sistem yang menjamin kehalalan, baik dari SDM, bahan baku, dan sebagainya,” ucap Rachmat. (dyt)