ROTASI.CO.ID – “Jika seseorang menceritakan suatu peristiwa kemudian ia berpaling, maka cerita itu menjadi amanah.” (HR At-Turmudzi dari Jabir bin Abdullah).
Amanah merupakan salah satu sifat mulia yang dimiliki oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ajaran untuk bersifat amanah ini sejalan dengan perintah Allah di surat An Nisa ayat 58 yang artinya:
“Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanah kepada orang yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang Memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat”.
Nabi Muhammad juga pernah bersabda tentang amanah, yang diriwayatkan oleh Ahmad, “Tidak ada iman yang sempurna bagi orang yang tidak memiliki sifat amanah, dan tidak ada agama yang sempurna bagi orang yang tidak menepati janji”.
Lalu, apakah amanah itu? Amanah memiliki arti dipercaya atau terpercaya. Sementara itu, jika dilihat dari sisi aqidah dan syariat agama, amanah adalah segala sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan dan berkaitan dengan orang lain atau pihak lain.
Amanah bisa berupa benda, pekerjaan, perkataan, ataupun kepercayaan. Maka, amanah bisa berbentuk apa aja yang nantinya akan dimintai pertanggungjawabannya.
Sebagai contoh, dalam pergaulan sehari-hari, kita sering mendengar cerita dari rekan ataupun sahabat tentang diri mereka dan juga orang lain. Sadar atau tidak, sebenarnya cerita-cerita tersebut menjadi amanah buat kita. Karena dipandang sebagai amanah, itu menjadi rahasia yang harus dijaga.
Setiap cerita yang sampai kepada kita pada dasarnya semua adalah amanah. Tak hirau apakah itu benar atau salah. Keduanya harus dirahasiakan, dalam arti tidak memberitahukan kepada orang yang tidak berhak untuk mengetahuinya.
Apalagi, jika cerita itu menyangkut hal negatif. Jika cerita itu benar, berarti itu merupakan suatu aib. Tentu, ia akan merasa malu manakala orang lain mengetahuinya. Maka dari itu, kita diperintahkan untuk tidak menyebarluaskan aib saudara kita. Rasulullah bersabda:
من ستر عورة أخيه المسلم ستر الله عورته يوم القيامة
”Barangsiapa yang menutupi aib saudaranya, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan di akhirat kelak.” (HR Ibnu Majah).
Adapun jika cerita itu tidak benar, berarti itu adalah kebohongan. Membicarakan tentangnya sama saja kita telah menyebarkan berita dusta. Dan, ini adalah bentuk pengkhianatan yang paling besar. Karena, kalau pun benar adanya, ia disebut berkhianat sebab ia menceritakan apa yang seharusnya tidak diceritakan. Apalagi kalau tidak benar adanya. Dalam hadits lain, Rasulullah SAW juga bersabda:
كَبُرَتْ خِيَانَةً أَنْ تُحَدِّثَ أَخَاكَ حَدِيثًا هُوَ لَكَ بِهِ مُصَدِّقٌ وَأَنْتَ لَهُ بِهِ كَاذِبٌ
”Khianat terbesar adalah ketika engkau membicarakan saudaramu perkara yang bagimu itu menganggap dirimu jujur, padahal baginya dirimu adalah pembohong.” (HR Bukhari).
Oleh karenanya, untuk menghindari terbuka pintu-pintu dosa dari kesalahan-kesalahan yang diperbuat lidah, lebih baik memilih diam daripada harus terjebak pada dusta. Inilah cara menjaga rahasia tersebut. Dan, orang yang tidak bisa menjaga rahasia, hakikatnya telah terhimpun tiga tanda kemunafikan dalam dirinya. Rasulullah SAW bersabda:
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
”Tanda orang munafik ada tiga; Jika berbicara ia berbohong, jika berjanji ia ingkari, dan jika dipercaya ia khianat.” (HR Bukhari).
Pandangan Islam tentang Amanah
Sebagai umat Islam, kita pasti telah mengetahui bahwa agama kita mengajarkan untuk menjaga amanah yang kita terima dari orang lain. Bahkan, Islam mewajibkan kita untuk memelihara amanah, yaitu dengan bersikap jujur dan bisa dipercaya.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kamu sekalian pemimpin dan kamu sekalian akan diminta pertanggung-jawabannya tentang apa yang kamu pimpin, imam (pejabat apa saja) adalah pemimpin dan ia akan diminta pertanggungjawabannya tentang apa yang dipimpinnya, dan orang laki-laki (suami) adalah pemimpin dalam lingkungan keluarganya, dan ia akan ditanya tentang apa yang ia pimpin, orang perempuan (istri) juga pemimpin, dalam mengendalikan rumah tangga suaminya, dan ia juga akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya, dan pembantu rumah tangga juga pemimpin dalam mengawasi harta benda majikannya, dan dia juga akan ditanya tentang apa yang ia pimpin.” (H.R. Ahmad, Muttafaq ‘alaih, Abu Daud dan Tirmidzi dari Ibnu Umar)
Dari hadis tersebut, kita mengetahui bahwa semua manusia adalah pemimpin, yang berarti mereka memiliki amanah yang harus dijaga. Jika seseorang terlihat tidak memiliki sesuatu yang dipimpin, setidaknya dia memimpin dirinya sendiri. Artinya, Allah telah memberi amanah untuk menjaga dirinya dari semua hal yang dilarang Allah.
Kemampuan seseorang menjaga amanah merupakan tolak ukur akan usahanya menjalankan perintah Allah subhanahu wa ta’ala dan menjauhi larangannya. Tidak hanya untuk segi ibadah, seseorang yang bersifat amanah juga akan memiliki hubungan yang baik dengan manusia lainnya. Dia akan menjadi bisa dipercaya dan dihormati oleh orang-orang di sekitarnya.
Allah menempatkan amanah sebagai satu akhlak yang memiliki kedudukan sangat special bagi manusia. Bahkan, seseorang yang memiliki sikap amanah bisa menjadi kekasih Allah. Sebaliknya, seseorang yang suka berkhianat sangat dibenci oleh Allah dan akan diperlihatkan kepada seluruh makhluk di hari pembalasan kelak.
Hal ini tercermin dalam hadis yang diriwayatkan Ibnu Umar, bahwa Rasulullah shalllallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bila Allah menghimpun seluruh makhluk-Nya, dari generasi terdahulu sampai generasi terakhir ketika kiamat ditegakkan, maka kepada mereka yang berkhianat diberikan sebuah bendera sebagai tanda bahwa mereka adalah pengkhianat.” (H.R. Muslim).
Amanah yang merupakan sifat yang mulia, merupakan sifat yang wajib untuk dimiliki semua muslim. Tidak hanya terkait dengan hubungannya dengan manusia, tetapi juga bersifat amanah terhadap semua yang diberikan Allah. Dalam surat al Anfal ayat 27 Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul, dan (juga) janganlah kamu menkhianati amanah yang telah dipercayakan keadamu, sedang kamu mengetahui”.
Tidak hanya itu, dalam surat Al Baqarah ayat 283, juga disebutkan tentang kewajiban bersifat amanah:
“Dan jika kamu sedang dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipergang. Tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhan-nya. Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, karena barangsiapa menyembunyikannya, sungguh, hatinya kotor (berdosa). Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Wallahualam Bissawab. (ar)