ROTASI.CO.ID – Bergabungnya lima desainer yang merupakan para member dari Indonesian Fashion Chamber (IFC) dalam Sharing Session bertajuk “Dampak Positif Pandemi” pada 22 Juni 2020, diharapkan dapat menginspirasi dan memberi dampak yang positif bagi brand masing-masing desainer, serta cerita yang mereka ceritakan seperti bagaimana dalam menghadapi masa pandemic dan setelahnya dapat menjadi inspirasi kepada para pelaku UKM dalam menjalankan usahanya ditengah masa pandemik seperti saat ini.
- Khairul Fajri
Hampir semua sektor bisnis di indonesia hingga di dunia mengalami dampak langsung maupun tidak langsung dari wabah covid-19. Ija Kroeng adalah salah satu brand lokal yang memproduksi kain sarung etnik Aceh dan pakaian muslim pria milenial turut merasakan efek dari lockdown yang diberlalukan hampir diseluruh dunia.
Ditengah penjualan sarung yang melonjak turun, pihak Ija Kroeng memiliki strategi baru dengan melihat peluang usaha lain. Usaha lain tersebut adalah membuat masker kain dengan pola baru yang lebih simpel, sederhana dan tetap terlihat fashionable ditengah sulitnya mendapatkan bahan yang sama dengan bahan masker kain seperti di Jakarta.
“Stragegi lain yang kita bidik selanjutnya ke ormas-ormas/pemerintahan, dengan langsung buat proposal disertai logo mereka dan Alhamdulilah langsung mendapat order sampai 700 pcs dan meminta Ija Kroeng mendistribusikan, hal ini secara tidak langsung membawa brand dikenal serta sangat menguntungkan karena tidak hanya tahu brand kami menjual masker, mereka jadi tahu kalau brand kami jual sarung dan baju. Gara-gara masker Ija Kroeng, berefek pada bulan puasa untuk merilis produk-produk baru”, ujar Khairul Fajri
- Rosie Rahmadi
Gadiza merupakan salah satu brand yang terkena dampak pandemi tersebut. Pada awal masa pandemi, pertama yang dilakukan oleh Rosie adalah membangun mental diri untuk menghadapi kondisi ini, membangun mental tim, kesehatan diri dan semangat.
“Alhamdulillah disaat ini dalam kondisi seperti ini mental kita harus kuat dahulu dari keluarga, teman, karyawan dan untung sebelum pandemi di bulan Februari ada event MUFFEST, sudah banyak pesanan untuk lebaran, jadi saat ini mengerjakan itu dahulu. Outlet ditutup, pengerjaan dari rumah atau separuh kerja separuh masuk di workshop, saya seminggu 2-3 kali ke produksi”, ujar Creative Director Gadiza, Rosie Rahmadi.
- Philip Iswandhono
“Sangat ironi sekali bahwa dalam setiap musibah, kita selalu melihat on negative side karena musibah ini mendunia sehingga positive side nya perlu di blow up, bukan bicara mengenai omset yg ratusan juta, saya disini bicara diskala kecil saja, produk saya kain lurik dimana database kami 75 % database Jakarta,10% Bandung, Surabaya, Medan dan lainnya 4,5%, Jogya malah paling sedikit yaitu 0,5%. Pada minggu pertama hingga kedua, kami tidak mengalami kegugupan (nervous) karena masih running dari PO sebelum pandemik, kami mulai merasakan tidak ada order baru setelah minggu ketiga,” ujar Philip Iswandhono
Lebih lanjut Philip menjelaskan munculnya ide baru bagaimana bangkit dengan mulai membangun networking kembali dengan menghubungi database clien-clien lewat media sosial walaupun hanya dengan menyapa serta saling kirim masker sebagai hadiah serta ia percaya dengan menabur benih yang baik, maka akan menuai buah yang baik.
- Hannie Hananto
Dirinya mengatakan harus tetap semangat dalam masa pandemic ini.Pasalnya yang dia kerjakan ini tidak sengaja. Pada waktu awal sudah tidak kaget, karena infrastruktur yang utama sudah harus dibenahi yaitu dengan merubah system, penjahit ada yang dikerjakan di Sumedang dan Jakarta (jadi tidak sampai mem PHKan).
“Pada saat itu Brand saya ada Hannie Hananto dan Anemone by hannie Hananto berupa kartun-kartun dan polkadot, semuanya serba print-print nan. Ada event di makassar yg cancels di masa pandemic ini, karena sudah ada stock produksi dan persiapan yang lumayan ready akhirnya lewat media tiktok bisa teratasi,” ucapnya
Tiktok itu mudah dan buat videonya bisa diedit, selain itu perlu adanya interaksi antara designer dengan customer, agar brand tidak tenggelam, usahakan just say hello kepada pelanggan. Kemudian masker mulai langka dipasaran, pertama kali dirinya dapat masker dari mas phillip dan mbak Hendry Jogyakarta, .kemudian saya terpikir kenapa tidak saya buat sendiri dengan motif saya sendiri, kemudian.saya posting di medsos dan lumayan untuk permintaannya.
- Riri Rengganis
Dirinya sadar bahwa survive atau tidaknya kita sebagai designer tergantung dari masing-masing, .karena ada factor-faktor yang mereka sudah punya atau tidak, seperti modal yang besar, loyal customer.
“Saya selalu mengangkat bahan tekstil dari awal. Karena akhirnya daya beli yang berkurang, sejak Januari-Februari sudah menurun, sementara Maret kelihatanya mulai turun, kemudian April sudah benar benar mulai stop produksi, stop took-toko karena semua mall sudah lock down,” ujarnya
Strategi pertama seperti yang dilakukan Phillip lakukan,Lanjurt dia, Dirinya mengecheck customer database, hanya untuk menyapa, tapi malah banyak terima balasan yang tidak punya uang lah, bisnis lagi sepi yang akhirnya harus cari cara lain, kemudian dirinya stop broadcasting WA/medsos/, karena untuk jualan rasanya agak sulit, mengingat harga baju yang saya jual diatas 1 jt semua..
“Akhirnya saya evalusi produk saya, bikin menu baru di website, menjual kain-kain yang ada dikantor karena itu tititpan dari pengrajin, tapi photo harus yang bagus tidak asal-asal, tujuannya saya tidak hanya jasa jahitnya (tdk hanya jualannya kainnya),”paparnya.
Diminggu pertama laku, apalagi kalau mau bikin masker, karena belum banyak masker premium. Membuat masker dengan motif dari baju koleksi lama yang customer sudah punya, respondnya sangat bagus, kemudian produksi lagi dan viral, akhirnya seluruh admin saya ambil alih, selain jualan juga menginfokan mengenai produk yang lain (website).
“Bulan Mei sudah mulai orderan baju dan masker dari sekarang mulai sudah banyak, jadi sekarang menambah penjahit atau sharing dengan temen-teman desaigner yang lain,”tutupnya (dyt/Rotasi TV)