ROTASI.CO.ID – Salat Sunnah juga dapat menjadi penyempurna salat wajib. Maksudnya adalah ketika ada penilaian salat wajib kita masih ada kekurangan, maka salat sunnah lah yang menutupi kekurangan dari salat wajib yang kita laksanakan.
Sudah 13 jenis salat Sunnah yang biasa dilakukan oleh Rasulullah SAW dalam artikel yang dibuat oleh penulis. Untuk melengkapinya, penulis akan Kembali melanjutkan apa saja jenis salat sunna yang mungkin kita belum mengetahui dan belum pernah melaksanakannya. Semoga ini menjadi ilmu yang memberikan wawasan baru dan menguatkan keimanan kita. Aamiin yaa Robbal’alamiin.
Salat Ied
Ied يااااا ه ا عااا (secara bahasa artinya adalah kembali atau berulang-ulang.140 Oleh sebab itu ied terulangulang kembali setiap tahunnya paling tidak dua kali.
Adapun secara istilah ied artinya adalah hari raya. Maka iedul fitri maknanya adalah hari raya makan. Sedangkan iedul adha maknanya adalah hari raya penyembelihan hewan qurban. Kita dalam satu tahun melaksanakan shalat ied dua kali. Yaitu pada hari raya idhul fitri dan hari raya idhul adha.
Mengenai shalat ied ada beberapa dalil mengenai anjuran untuk melaksanakannya. Diantaranya adalah sebagai berikut: Dalil pertama adalah al-Quran surat al-Kautsar ayat 2 di bawah ini “Maka dirikanlah shalat dan sembelihlah qurban. (QS. Al-Kautsar : 2)”
Dalil kedua hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di bawah ini: “Dari Ibnu Umar radhiyallahuanhuma bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam , Abu Bakr, Umar semuanya shalat idhul fitri dan idhul adha sebelum khutbah. (HR. Muslim)”
Dalil ketiga hadits yang diriwayatkan oleh Imam Imam Muslim di bawah ini: “Dari Jabir bin Samrah radhiyallahuanhu berkata: Saya pernah shalat bersama Nabi shallallahu alaihi wasallam shalat idhul fitri dan idhul adha lebih dari satu kali tanpa adzan dan iqamah. (HR. Muslim)”
Para ulama telah sepakat bahwa shalat ied itu disyariatkan. Tidak ada ulama yang mengingkari mengenai pensyariatan shalat ied. Madzhab Syafi’iy mengatakan shalat ied hukumnya sunnah mu’akkadah. Yaitu sunnah yang sangat dianjurkan sekali untuk dilaksanakan.
Imam an-Nawawi rahimahullah (w. 676 H) seorang ulama besar madzhab Syafi’iy menyebutkan sebagai berikut: “Kaum muslimin sepakat bahwa shalat ied disyariatkan dan hukumnya bukan fardhu ain. Imam Syafi’iy dan mayoritas ulama syafiiyah mengatakan hukumnya sunnah”.
Kesunnahan melaksanakan shalat ied ini adalah pendapat mayoritas ulama dari kalangan madzhab Hanafi, Maliki dan Syafi’iy. Sebagian ulama Hanafi mengatakan hukumnya fardhu kifayah. Imam Ahmad bin Hanbal memiliki dua pendapat.
Salat Istisqa
Shalat istisqa’ adalah shalat sunnah yang dikerjakan dalam rangka meminta kepada Allah SWT untuk diturunkannya hujan. Para ulama menyebutkan bahwa ada banyak dalil yang menunjukkan tentang kesunnahan untuk mengerjakan shalat istisqa ketika dilanda kemarau panjang.
Dalil pertama adalah al-Quran surat Nuh ayat 10- 12 di bawah ini: “Maka aku katakan kepada mereka,”Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai”.
Dalil kedua hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud dan Imam at-Tirmidzi di bawah ini: “Dari Abbad bin Tamim dari pamannya, Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam pernah keluar bersama orang-orang untuk minta hujan. Lalu beliau shalat istisqa’ 2 rakaat dengan menjahrkan bacaan, beliau merubah posisi selendangnya, dan mengangkat kedua tangannya untuk berdoa dengan menghadap kiblat”.
Dalil ketiga misalnya hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari di bawah ini: “Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu beliau berkata: Nabi shallallahu alaihi wasallam tidak pernah mengangkat kedua tangannya saat berdoa kecuali ketika istisqa’. Sungguh beliau mengangkat kedua tangan sampai kelihatan putihnya ketiak beliau”.
Mayoritas ulama seperti madzhab Maliki, Syafi’iy dan Hanbali mengatakan bahwa shalat istisqa’ hukumnya adalah sunnah mu’akkadah. Adapun imam Abu Hanifah mengatakan cukup dengan berdoa saja tanpa shalat.
Salat Gerhana
Para ulama ahli fiqih memberikan istilah yang berbeda untuk penyebutan shalat gerhana matahari dan shalat gerhana bulan. Shalat gerhana matahari biasa disebut dengan istilah shalat kusuf ( و كساااااا .( Adapun shalat gerhana bulan disebut dengan shalat khusuf ( و خس ).
Masalah shalat gerhana ada beberapa dalil mengenai anjuran untuk melaksanakannya. Diantaranya adalah sebagai berikut: Dalil pertama adalah al-Quran surat Fushshilat ayat 37 di bawah ini: “Dan dari sebagian tanda-tanda-Nya adalah adanya malam dan siang serta adanya matahari dan bulan. Janganlah kamu sujud kepada matahari atau bulan tetapi sujudlah kepada Allah Yang Menciptakan keduanya.”
Maksud dari perintah Allah SWT untuk bersujud kepada Yang Menciptakan matahari dan bulan adalah perintah untuk mengerjakan shalat gerhana matahari dan shalat gerhana bulan.
Dalil kedua hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di bawah ini: “Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhuma beliau berkata: bahwa telah terjadi gerhana matahari di zaman Nabi shallallahu alaihi wasallam , lalu Nabi shalat bersama orang-orang. Beliau berdiri lama seperti membaca surat al-Baqarah lamanya. Lalu ruku’ sangat lama sekali, lalu berdiri lama tidak selama berdiri di awal. Lalu ruku sangat lama tidak selama ruku’ di awal tadi. Lalu sujud, lalu setelah selesai beliau berdiri lagi tidak selama berdiri di awal. Lalu ruku’ sangat lama sekali, lalu berdiri lama tidak selama berdiri di awal. Lalu ruku sangat lama tidak selama ruku’ di awal tadi. Lalu sujud. Setelah selesai shalat ternyata gerhana matahari sudah selesai. Lalu beliau bersabda: “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah salah satu tanda kebesaran Allah SWT, gerhana terjadi bukan karena kematian atau lahirnya seseorang. Jika kalian melihatnya maka berdzikirlah kepada Allah SWT.”
Orang arab jahiliyah ketika terjadi gerhana mereka beranggapan bahwa hal itu adalah tandatanda kematian atau kelahiran seseorang. Orang-orang india ketika terjadi gerhana mereka beranggapan bahwa hal itu disebabkan Iblis memakan matahari dan bulan.
Orang-orang cina ketika terjadi gerhana mereka beranggapan bahwa hal itu disebabkan naga memakan matahari dan bulan. Sedangkan, Orang-orang jawa ketika terjadi gerhana mereka beranggapan bahwa hal itu disebabkan raksasa batara kala menelan matahari dan bulan.
Padahal Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah salah satu tanda kebesaran Allah SWT, gerhana terjadi bukan karena kematian atau lahirnya seseorang. Jika kalian melihatnya maka berdzikirlah kepada Allah SWT.”
Para ulama telah sepakat bahwa shalat gerhana hukumnya sunnah mu’akkadah. Ketika terjadi gerhana maka sebaiknya kita bersegera menuju ke masjid untuk melaksanakan shalat gerhana secara berjamaah.
Imam an-Nawawi rahimahullah (w. 676 H) seorang ulama besar madzhab Syafi’iy menyebutkan sebagai berikut: “Shalat gerhana matahari dan shalat gerhana bulan hukumnya sunnah mu’akkadah berdasarkan ijma’para ulama. Yang masyhur di kalangan para ahli fiqih bahwa kusuf untuk gerhana matahari dan khusuf untuk gerhana bulan.”
Para ulama sepakat bahwa jumlah rakaat shalat gerhana adalah 2 rakaat. Dikerjakan saat mulai terjadinya gerhana hingga gerhana tersebut selesai. Wallahualam Bissawab. (ar)
Sumber:
– Sabungan Enam, 33 Macam Salat Sunnah, Muhammad Ajib, Lc., MA., Rumah Fiqih Indonesia.