Rotasi.co.id – Praktisi Pendidikan Kota Bekasi, Ayung Sardi Dauly, mengkritik wacana kebijakan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) memasukkan mata pelajaran (Mapel) Pemrograman dan Artificial Intelligence (AI) ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.
Pasalnya, masa pemerintahan hanya berjalan selama 5 tahun. Ayung menilai, dalam kurun waktu tersebut tidak akan cukup untuk melihat output dari kebijakan tersebut.
“Kalau (Mapel Pemrogram) dimulai dari kelas 4 SD, berarti kan sampai dia kelas 8 ya? Nah itu kan hasilnya kita belum bisa lihat. Karena dia masih dalam proses pembelajaran,” kata Ayung kepada rotasi.co.id dalam keterangannya, Selasa (19/11/2024).
Hal ini akan memunculkan kekhawatiran baru, jika seandainya pemerintahan di 5 tahun ke depan berganti, maka kebijakan pun akan berganti.
Ayung beranggapan akan lebih baik, jika sekolah yang menjadikan Mapel pilihan pemrograman dan AI pada kurikulum mereka, cukup dimaksimalkan pelaksanaannya.
“Jangan dipukul rata ke semua sekolah. Karena itu nantinya membutuhkan biaya cukup tinggi. Materi koding tidak semua sekolah bisa menyiapkan fasilitasnya,” jelas Ayung.
Dirinya memberikan contoh terkait kebijakan ‘Sekolah Penggerak’ yang lalu telah dicanangkan oleh mantan Menteri Nadiem, namun belum memberikan hasil yang dapat dilihat.
“Sementara sekarang sudah harus diubah lagi gitu kan? Jangan sampai setiap proyek yang diluncurkan kementerian pendidikan itu hanya menghambur-hamburkan anggaran gitu. Sehingga tidak tepat sasaran dan tidak ada hasil yang bisa dilihat gitu,” ucap Ayung.
Selain itu, dirinya juga mempertanyakan kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) guru untuk mengajarkan Mapel Coding.
Menurutnya Guru dipaksa untuk menyesuaikan dengan keadaan, yang bukan bidangnya justru harus mengajar Mapel tertentu untuk pemenuhan jam mengajar.
“Jadi nanti akhirnya bukan kita menciptakan generasi emas, malah melahirkan generasi cemas,” tegas Ayung.