Rotasi.co.id – Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, yang diteken Presiden Jokowi, pada Jum’at (26/7/2024) lalu, masih menimbulkan pro-kontra terkait pasal yang mengatur penyediaan alat kontrasepsi untuk kelompok usia pelajar dan sekolah.
Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher, meminta pemerintah agar segera merevisi PP Nomor 28 Tahun 2024, tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023, (UU Kesehatan).
Menurutnya, pemerintah harus tegas menjelaskan maksud dari remaja dan anak sekolah dalam hal pemberian alat kontrasepsi tersebut.
“Pemerintah harus segera merevisi PP Nomor 28 Tahun 2024, tuliskan dengan jelas dan eksplisit apa yang dimaksud dengan remaja dan anak sekolah dalam hal pemberian alat kontrasepsi,” kata Netty dalam keterangan medianya, Senin, (12/8/2024).
Ia menyebut tanpa keterangan yang jelas, pemberian alat kontrasepsi untuk pelajar dan sekolah dapat ditafsirkan dengan rancu, sehingga memunculkan opini publik bahwa PP tersebut mengabaikan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia.
“Dalam pasal yang menyebutkan penyediaan alat kontrasepsi untuk remaja dan anak sekolah tidak dijelaskan secara rinci definisi remaja dan anak sekolah, jadi pasal ini dipahami dalam pengertian umum, hal ini dapat memicu timbulnya opini publik bahwa PP ini mengabaikan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia,” terang Netty.
Netty melanjutkan, padahal pasal 98 di PP tersebut menjelaskan upaya kesehatan reproduksi dilaksanakan dengan menghormati nilai luhur yang tidak merendahkan martabat manusia dan sesuai dengan norma agama.
“Nilai luhur dan norma agama harusnya menjadi guideline agar pemerintah dapat lebih berhati-hati dan cermat dalam menuliskan pasal demi pasal untuk menghindari penafsiran yang liar,” tambahnya.
Netty menolak klaim pemerintah yang menyebut maksud dari remaja dan anak sekolah ialah yang sudah menikah dan atau remaja beresiko, misal remaja dengan kasus HIV/AIDS.
“Kalau sekedar penjelasan lisan dari pejabat, itu tidak permanen dan tidak memiliki kekuatan hukum,” lanjutnya.
Netty juga mempertanyakan, pada pasal 104 dijelaskan penyediaan alat kontrasepsi untuk pasangan usia subur dan kelompok beresiko, sementara untuk bagian remaja dan anak sekolah tidak diperjelas dengan kata yang sudah menikah.
“Tanpa ada nya definisi yang dituliskan dengan jelas oleh pemerintah, justru berpeluang meningkatkan perilaku seksual bebas di kalangan remaja dan pelajar,” pungkasnya.